SEJARAH MATEMATIKA DUNIA
Sejarah Matematika
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Cabang pengkajian yang dikenal sebagai sejarah
matematika adalah penyelidikan terhadap asal mula penemuan di dalam matematika dan
sedikit perluasannya, penyelidikan terhadap metode dan notasi matematika pada
masa silam.
Sebelum zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke
seluruh dunia, contoh-contoh tertulis dari pengembangan matematika telah
mengalami kemilau hanya di beberapa tempat. Tulisan matematika terkuno yang
telah ditemukan adalah Plimpton 322 (matematika Babilonia sekitar 1900
SM), Lembaran Matematika Rhind (Matematika
Mesir sekitar 2000-1800 SM) dan Lembaran
Matematika Moskwa (matematika Mesir sekitar
1890 SM). Semua tulisan itu membahas teorema yang umum dikenal sebagai teorema Pythagoras, yang tampaknya
menjadi pengembangan matematika tertua dan paling tersebar luas setelah
aritmetika dasar dan geometri.
Sumbangan matematikawan Yunani memurnikan metode-metode (khususnya melalui pengenalan penalaran deduktif dan kekakuan matematika di dalam pembuktian matematika) dan perluasan pokok bahasan matematika. Kata "matematika" itu sendiri diturunkan dari kata Yunani kuno, μάθημα (mathema), yang berarti "mata pelajaran". Matematika Cina membuat sumbangan dini, termasuk notasi posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab dan aturan penggunaan operasinya, digunakan hingga kini, mungkin dikembangakan melalui kuliah pada milenium pertama Masehi di dalam matematika India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika Islam. Matematika Islam, pada gilirannya, mengembangkan dan memperluas pengetahuan matematika ke peradaban ini. Banyak naskah berbahasa Yunani dan Arab tentang matematika kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan matematika lebih jauh lagi di Zaman Pertengahan Eropa.
Dari zaman kuno melalui Zaman Pertengahan, ledakan
kreativitas matematika sering kali diikuti oleh abad-abad kemandekan. Bermula
pada abad Renaisans Italia pada abad
ke-16, pengembangan matematika baru, berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru,
dibuat pada pertumbuhan eksponensial yang
berlanjut hingga kini.
Matematika
prasejarah
Asal mula pemikiran matematika terletak di dalam konsep
bilangan, besaran, dan bangun. Pengkajian
modern terhadap fosil binatang menunjukkan bahwa konsep ini tidak berlaku unik
bagi manusia. Konsep ini mungkin juga menjadi bagian sehari-hari di dalam
kawanan pemburu. Bahwa konsep bilangan berkembang tahap demi tahap seiring
waktu adalah bukti di beberapa bahasa zaman kini mengawetkan perbedaan antara
"satu", "dua", dan "banyak", tetapi bilangan yang
lebih dari dua tidaklah demikian. Benda
matematika tertua yang sudah diketahui adalah tulang Lebombo, ditemukan
di pegunungan Lebombo di Swaziland dan
mungkin berasal dari tahun 35000 SM. Tulang
ini berisi 29 torehan yang berbeda yang sengaja digoreskan pada tulang fibula
baboon. Terdapat
bukti bahwa kaum perempuan biasa menghitung untuk mengingat siklus haid mereka;
28 sampai 30 goresan pada tulang atau batu, diikuti dengan
tanda yang berbeda. Juga artefak prasejarah ditemukan
di Afrika dan Prancis, dari tahun
35.000 SM dan berumur 20.000 tahun, menunjukkan
upaya dini untuk menghitung waktu.
Tulang Ishango, ditemukan di dekat batang air Sungai Nil (timur
laut Kongo), berisi sederetan tanda lidi
yang digoreskan di tiga lajur memanjang pada tulang itu. Tafsiran umum adalah
bahwa tulang Ishango menunjukkan peragaan terkuno yang sudah diketahui
tentang barisan bilangan
prima atau
kalender lunar enam bulan. Periode Predinastik Mesir dari
milenium ke-5 SM, secara grafis menampilkan rancangan-rancangan geometris.
Telah diakui bahwa bangunan megalit di Inggris dan Skotlandia,
dari milenium ke-3 SM, menggabungkan gagasan-gagasan geometri seperti lingkaran, elips, dan tripel Pythagoras di
dalam rancangan mereka.
Timur Dekat kuno
Mesopotamia
Matematika Babilonia merujuk
pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak
permulaan Sumeria hingga
permulaan peradaban helenistik. Dinamai
"Matematika Babilonia" karena peran utama kawasan Babilonia sebagai
tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik Matematika Babilonia
berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika
Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan
Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi
menjadi pusat penting pengkajian Matematika
Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir,
pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan
tanah liat yang digali sejak 1850-an. Ditulis
di dalam tulisan paku, lempengan
ditulisi ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau
dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang
membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem
rumit metrologi sejak
tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada
lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan
soal-soal pembagian.
Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui
berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan,
aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian,
dan bilangan prima kembar. Lempengan
itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan
linear dan persamaan
kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2
yang akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem
bilangan seksagesimal (basis-60).
Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit
untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran,
juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan
derajat. Kemajuan orang Babilonia di dalam matematika didukung oleh fakta bahwa
60 memiliki banyak pembagi. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan
Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana
angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih
besar, seperti di dalam sistem desimal. Bagaimanapun,
mereka kekurangan kesetaraan koma desimal, dan sehingga nilai tempat suatu
simbol sering kali harus dikira-kira berdasarkan konteksnya.
Mesir
Matematika Mesir merujuk
pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir.
Sejak peradaban helenistik, Yunani menggantikan
bahasa Mesir sebagai bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Bangsa Mesir,
dan sejak itulah matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia
yang membangkitkan Matematika
helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di
bawah Khilafah
Islam sebagai bagian dari matematika
Islam, ketika bahasa Arab menjadi
bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang
disebut juga "Lembaran Ahmes" berdasarkan penulisnya), diperkirakan
berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari
dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu
dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran
itu adalah manual instruksi bagi pelajar aritmetika dan geometri. Selain
memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian, perbagian, dan pengerjaan
pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan
komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan harmonik; dan pemahaman
sederhana Saringan Eratosthenes dan teori
bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran
itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan
linear orde satu juga barisan aritmetika dan geometri. Juga
tiga unsur geometri yang tertulis di dalam lembaran Rhind menyiratkan bahasan
paling sederhana mengenai geometri
analitik: (1) pertama, cara memperoleh
hampiran {\displaystyle \pi }yang akurat kurang dari satu persen; (2)
kedua, upaya kuno penguadratan lingkaran;
dan (3) ketiga, penggunaan terdini kotangen.
Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga
dari zaman Kerajaan
Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah
ini berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali
ditujukan sebagai hiburan. Satu soal dipandang memiliki kepentingan khusus
karena soal itu memberikan metode untuk memperoleh volume limas terpenggal:
"Jika Anda dikatakan: Limas terpenggal setinggi 6 satuan panjang, yakni 4
satuan panjang di bawah dan 2 satuan panjang di atas. Anda menguadratkan 4, sama
dengan 16. Anda menduakalilipatkan 4, sama dengan 8. Anda menguadratkan 2, sama
dengan 4. Anda menjumlahkan 16, 8, dan 4, sama dengan 28. Anda ambil sepertiga
dari 6, sama dengan 2. Anda ambil dua kali lipat dari 28 twice, sama dengan 56.
Maka lihatlah, hasilnya sama dengan 56. Anda memperoleh kebenaran." Akhirnya, lembaran Berlin (kira-kira
1300 SM )
menunjukkan bahwa bangsa Mesir kuno dapat menyelesaikan persamaan
aljabar orde dua.
Matematika
Yunani
Matematika Yunani merujuk pada matematika yang ditulis di
dalam bahasa Yunani antara tahun 600 SM
sampai 300 M. Matematikawan
Yunani tinggal di kota-kota sepanjang Mediterania bagian timur, dari Italia hingga
ke Afrika Utara, tetapi mereka
dibersatukan oleh budaya dan bahasa yang sama. Matematikawan Yunani pada
periode setelah Iskandar Agung kadang-kadang
disebut Matematika Helenistik.
Matematika Yunani lebih berbobot daripada matematika yang
dikembangkan oleh kebudayaan-kebudayaan pendahulunya. Semua naskah matematika
pra-Yunani yang masih terpelihara menunjukkan penggunaan penalaran induktif,
yakni pengamatan yang berulang-ulang yang digunakan untuk mendirikan aturan
praktis. Sebaliknya, matematikawan Yunani menggunakan penalaran deduktif.
Bangsa Yunani menggunakan logika untuk menurunkan simpulan dari definisi dan
aksioma, dan menggunakan kekakuan matematika untuk membuktikannya.
Matematika Yunani diyakini dimulakan oleh Thales dari Miletus (kira-kira 624
sampai 546 SM) dan Pythagoras dari Samos (kira-kira
582 sampai 507 SM). Meskipun perluasan pengaruh mereka dipersengketakan, mereka
mungkin diilhami oleh Matematika Mesir dan Babilonia. Menurut legenda, Pythagoras
bersafari ke Mesir untuk mempelajari matematika, geometri, dan astronomi dari
pendeta Mesir.
Thales menggunakan geometri untuk
menyelesaikan soal-soal perhitungan ketinggian piramida dan jarak perahu dari garis
pantai. Dia dihargai sebagai orang pertama yang menggunakan penalaran deduktif
untuk diterapkan pada geometri, dengan menurunkan empat akibat wajar dari teorema Thales. Hasilnya,
dia dianggap sebagai matematikawan sejati pertama dan pribadi pertama yang
menghasilkan temuan matematika. Pythagoras
mendirikan Mazhab Pythagoras, yang
mendakwakan bahwa matematikalah yang menguasai semesta dan semboyannya adalah
"semua adalah bilangan". Mazhab
Pythagoraslah yang menggulirkan istilah "matematika", dan merekalah
yang memulakan pengkajian matematika. Mazhab Pythagoras dihargai sebagai penemu
bukti pertama teorema Pythagoras, meskipun
diketahui bahwa teorema itu memiliki sejarah yang panjang, bahkan dengan bukti
keujudan bilangan irasional.
Eudoxus (kira-kira 408 SM sampai
355 SM) mengembangkan metode kelelahan, sebuah
rintisan dari Integral modern. Aristoteles (kira-kira
384 SM sampai 322 SM) mulai menulis hukum logika. Euklides (kira-kira
300 SM) adalah contoh terdini dari format yang masih digunakan oleh matematika
saat ini, yaitu definisi, aksioma, teorema, dan bukti. Dia juga mengkaji kerucut. Bukunya, Elemen,
dikenal di segenap masyarakat terdidik di Barat hingga pertengahan abad ke-20. Selain
teorema geometri yang terkenal, seperti teorem
Pythagoras, Elemen menyertakan bukti bahwa akar kuadrat dari dua
adalah irasional dan terdapat tak-hingga banyaknya bilangan prima. Saringan Eratosthenes (kira-kira
230 SM) digunakan untuk menemukan bilangan prima.
Archimedes (kira-kira 287 SM sampai 212 SM)
dari Syracuse menggunakan metode kelelahan untuk
menghitung luas di
bawah busur parabola dengan penjumlahan barisan tak hingga,
dan memberikan hampiran yang cukup akurat terhadap Pi. Dia
juga mengkaji spiral yang
mengharumkan namanya, rumus-rumus volume benda putar, dan sistem
rintisan untuk menyatakan bilangan yang sangat besar.
Matematika
Cina
Matematika Cina permulaan adalah berlainan bila dibandingkan dengan yang berasal dari belahan dunia lain, sehingga cukup masuk akal bila dianggap sebagai hasil pengembangan yang mandiri. Tulisan matematika yang dianggap tertua dari Cina adalah Chou Pei Suan Ching, berangka tahun antara 1200 SM sampai 100 SM, meskipun angka tahun 300 SM juga cukup masuk akal.
Hal yang menjadi catatan khusus dari penggunaan matematika
Cina adalah sistem notasi posisional bilangan desimal, yang disebut pula
"bilangan batang" di mana sandi-sandi yang berbeda digunakan untuk
bilangan-bilangan antara 1 dan 10, dan sandi-sandi lainnya sebagai perpangkatan
dari sepuluh. Dengan
demikian, bilangan 123 ditulis menggunakan lambang untuk "1", diikuti
oleh lambang untuk "100", kemudian lambang untuk "2"
diikuti lambang utnuk "10", diikuti oleh lambang untuk "3".
Cara seperti inilah yang menjadi sistem bilangan yang paling canggih di dunia
pada saat itu, mungkin digunakan beberapa abad sebelum periode masehi dan
tentunya sebelum dikembangkannya sistem bilangan India. Bilangan
batang memungkinkan penyajian bilangan sebesar yang diinginkan dan memungkinkan
perhitungan yang dilakukan pada suan pan, atau (sempoa Cina). Tanggal
penemuan suan pan tidaklah pasti, tetapi tulisan terdini berasal dari
tahun 190 M, di dalam Catatan Tambahan tentang Seni Gambar karya Xu
Yue.
Karya tertua yang masih terawat mengenai geometri di
Cina berasal dari peraturan kanonik filsafat Mohisme kira-kira
tahun 330 SM, yang disusun oleh para pengikut Mozi (470–390
SM). Mo Jing menjelaskan berbagai aspek dari banyak disiplin yang
berkaitan dengan ilmu fisika, dan juga memberikan sedikit kekayaan informasi
matematika.
Pada tahun 212 SM, Kaisar Qín Shǐ Huáng (Shi Huang-ti)
memerintahkan semua buku di dalam Kekaisaran Qin selain daripada yang resmi
diakui pemerintah haruslah dibakar. Dekret ini tidak dihiraukan secara umum,
tetapi akibat dari perintah ini adalah begitu sedikitnya informasi tentang
matematika Cina kuno yang terpelihara yang berasal dari zaman sebelum itu.
Setelah pembakaran
buku pada tahun 212 SM, dinasti Han (202
SM–220 M) menghasilkan karya matematika yang barangkali sebagai perluasan dari
karya-karya yang kini sudah hilang. Yang terpenting dari semua ini adalah Sembilan Bab
tentang Seni Matematika, judul lengkap yang muncul dari tahun
179 M, tetapi wujud sebagai bagian di bawah judul yang berbeda. Ia terdiri dari
246 soal kata yang melibatkan pertanian, perdagangan, pengerjaan geometri yang
menggambarkan rentang ketinggian dan perbandingan dimensi untuk menara pagoda Cina,
teknik, survey,
dan bahan-bahan segitiga siku-siku dan π. Ia juga
menggunakan prinsip Cavalieri tentang
volume lebih dari seribu tahun sebelum Cavalieri mengajukannya di Barat. Ia
menciptakan bukti matematika untuk teorema Pythagoras, dan rumus
matematika untuk eliminasi Gauss. Liu Hui memberikan
komentarnya pada karya ini pada abad ke-3 M.
Sebagai tambahan, karya-karya matematika dari astronom Han
dan penemu Zhang Heng (78–139) memiliki
perumusan untuk pi juga,
yang berbeda dari cara perhitungan yang dilakukan oleh Liu Hui. Zhang Heng
menggunakan rumus pi-nya untuk menentukan volume bola. Juga terdapat karya
tertulis dari matematikawan dan teoriwan
musik Jing Fang (78–37 SM); dengan
menggunakan koma Pythagoras, Jing
mengamati bahwa 53 perlimaan sempurna menghampiri
31 oktaf.
Ini kemudian mengarah pada penemuan 53 temperamen sama, dan tidak pernah
dihitung dengan tepat di tempat lain hingga
seorang Jerman, Nicholas Mercator melakukannya
pada abad ke-17.
Bangsa Cina juga membuat penggunaan diagram kombinatorial
kompleks yang dikenal sebagai kotak ajaib dan lingkaran
ajaib, dijelaskan pada zaman kuno dan disempurnakan oleh Yang Hui (1238–1398
M). Zu Chongzhi (abad
ke-5) dari Dinasti Selatan dan Utara menghitung
nilai pi sampai tujuh tempat desimal, yang bertahan menjadi nilai pi paling
akurat selama hampir 1.000 tahun.
Bahkan setelah matematika Eropa mulai mencapai
kecemerlangannya pada masa Renaisans,
matematika Eropa dan Cina adalah tradisi yang saling terpisah, dengan
menurunnya hasil matematika Cina secara signifikan, hingga para
misionaris Jesuit seperti Matteo Ricci membawa
gagasan-gagasan matematika kembali dan kemudian di antara dua kebudayaan dari
abad ke-16 sampai abad ke-18.
Post a Comment