Header Ads

MAKNA TOLERANSI DALAM ISLAM (MATERI AGAMA ISLAM XI )

PENGERTIAN DAN TOLERANSI DALAM ISLAM

A.      Definisi Toleransi Toleransi berasal dari bahasa latin, “tolerare” yang berarti menahan diri, bersikap sabar, menghargai orang lain berpendapat lain, berhati lapang dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan pandangan atau agama. Dalam kamus besar bahasa Indonesia diterangkan bahwa toleransi adalah bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri. 1 Secara umum istilah toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada suka rela dan kelembutan. Unesco mengartikan tolerasi sebagau sikap saling menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keragaman budaya kebebasan berekspresi dan karakter manusia. Toleransi haarus didukung oleh cakrawala pengetahuan yang luas, bersiakap terbuka, dialog, kebebasan erfikir dan beragama. Pendek kata toleransi setara dengan sikap positif, dan menghargai orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai manusia.

Toleransi merupakan bentuk akomodasi dalam interaksi sosial. Manusia beragama secara sosial tidak bisa menafikan bahwa mereka harus bergaul bukan hanya kelompoknya sendiri. Tapi juga dengan kelompok berbeda agama. Umat beragama mesti berupaya memuncukkan toleransi untuk menjaga kestabilan sosial sehingga tidak terjadi benturan-benturan ideologi dan fisik di antara umat beragama. 1 Dalam bahasa Inggris “tolerance” yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Sedangkan dalam bahasa Arab istilah ini merujuk kepada kata “tasamuh” yaitu saling mengizinkan atau saling memudahkan. 2 Sedangkan dalam pandangan para ahli, toleransi mempunyai beragam pengertian. Micheal Wazler (1997) memandang toleransi sebagai keniscayaan dalam ruang individu dan ruang publik karena salah satu tujuan toleransi adalah membangun hidup damai (peaceful coexistence) diantara berbagai kelompok masyarakat dari berbagai perbedaan latar belakang sejarah, kebudayaan dan identitas. Sementara itu, Heiler menyatakan toleransi yang diwujudkan dalam kata dan perbuatan harus dijadikan sikap menghadapi pluralitas agama yang dilandasi dengan kesadaran ilmiah dan harus dilakukan dalam hubungan kerjasama yang bersahabat dengan antar pemeluk agama. Secara sederhana, toleransi atau sikap toleran diartikan oleh Djohan Efendi

sebagai sikap menghargai terhadap kemajemukan. Dengan kata lain sikap ini bukan saja untuk mengakui eksistensi dan hak-hak orang lain, bahkan lebih dari itu, terlibat dalam usaha mengetahui dan memahami adanya kemajemukan. 3 Maka diri itu dapat diambil kesimpulan bahwa toleransi adalah sikap menghargai perbedaan dan juga pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari perlu adanya sikap toleransi agar manusia dapat hidup berdampingan dan tidak terjadi gesekan-gesekan antar sesama manusia yang berbeda pandangan ataupun keyakinan. Namun tidak semua memiliki sikap toeransi, sehingga masih sering terjadi pertikaian antar golongan, ras, ataupun agama

B.      Toleransi Dalam Al-Qur’an

Kata toleransi secara eksplisit memang tidak ditemukan dalam alQur’an, namun bila yang dimaksud adalah sikap saling menghargai, menerima serta menghormati keragaman budaya, perbedaan berekspresi maka al-Qur’an secara terang-terangan banyak menyinggung tema-tema di atas. Salah satu prasyarat untuk mewujudkan kehidupan masyarakat modern yang demokratis adalah menampilkan sikap yang menghargai kemajemukan perbedaan suku, ras, etnis, budaya maupun agama. Masyarakat majemuk memiliki budaya dan aspirasi yang berbeda-beda satu sama lain tetapi

memiliki kedudukan setara, tidak ada superioritas antar suku, ras, etnis, maupun agama. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menimbulkan konflik antar suku, ras, etnis budaya maupun agama apabila tidak disikapi secara baik. Hampir semua masyarakat yang berbudaya kini mengakui kemaemukan sosial tetapi kenyataanya masih timbul konflik-konflik. Adanya toleransi antar umat beragama merupakan hal yang sangat penting, sebab keberadaan toleransi dapat menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama. Toleransi merupakan awal adanya kerukunan, tanpa adanya toleransi tidak mungkin ada sikap saling hormat-menghormati, kasihmengasihi dan gotong-royong antar umat beragama. Tetapi pada masa sekarang ini toleransi sering disalah-artikan dengan mengakui kebenaran semua agama, sehingga tidak jarang ada orang mengikuti perayaan keagamaan lain tanpa diketahui, apakah itu acara biasa atau acara meriah dengan dalih toleransi. 4 Islam merupakan agama yang lengkap dan sempurna ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk di dalamnya tentang hubungan antar manusia yang dapat menciptakan kerukunan di antara mereka. Islam mengakui adanya titik temu yang bersifat esensial dari berbagai agama, khususnya agama-agama Samawi yakni kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa. Sebagai landasan untuk hidup bersama, hal ini dijelaskan dalam firman Allah yang artinya “Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orangorang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Ali Imran : 64). Sehingga tidak ada kekeliruan dan kesalah-pahaman, dan diharapkan menciptakan kerukunan yang dapat membawa kesejahteraan hidup baik lahir maupun batin, yang diridhai oleh Allah SWT. 6 Maka dari itu dalam agama Islam, Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa esensi dari kehidupan adalah menghilangkan perselisihan yang mana hal ini apabila dibesar-besarkan dapat menimbulkan permusuhan dan perpecahan antar manusia. dalam artian umat Islam dianjurkan untuk senantiasa menjaga kedamaian dengan bersikap toleransi dan kerukunan agar tidak menimbulkan perpecahan dan permusuhan antar umat manusia.

”Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat : 13) Dalam ayat ini, setidaknya manusia tidak dapat menolak sunnatullah. Bahwa memang sudah menjadi ketetapan Tuhan yaitu, adanya manusia berbeda-beda. Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada dalam system teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adat istiadat, dan sebagainya. 7 Sedangkan makna toleransi dalam beragama adalah sebagai bentuk keterbukaan akan adanya agama-agama lain sealain agama Islam dan juga adanya perbedaan dengan agama-agama lain dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan, system dan cara beribadah agama masingmasing. Dan selain itu menjaga kerukunan antar umat bergama agar tercapainya kedamain antar sesama manusia.

Salain itu dalam ajaran Islam tidak diperbolehkan ridho ataupun ikut serta dalam peribadatan dan keyakinan orang-orang kafir. Dalam al-qur’an Allah SWT. Berfirman yang artinya :

Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. AlKafirun: 1-6) Surat ini adalah surah pembebasan diri orang beriman dari perbuatan orang-orang musyrik dan surah yang memerintahkan orang beriman untuk membebaskan diri dari perbuatan orang-orang kafir. 8 Setidaknya dari surat Al-Kafirun terdapat konsep sikap toleransi dalam Islam. pertama, tidak diperkanankan selain umat muslim untuk beribadah sebagaimana umat muslim. Kedua, orang Islam dilarang beribadah sebagaimana ibadah dan ritual yang dilakukan oleh umat lain selain Islam dalam hal keagamaan. Ketiga, bahwa dalam berkeyakinan itu sesuai dengan pilihan dan panggilan hati nurani masing-masing dan itu berurusan dengan keyakinan masing-masing.

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256) Ibnu Abbas mengatakan ayat “ laa ikraha fid din” diturunkan berkenaan dengan seorang dari suku Bani Salim bin Auf bernama Al-Husaini bermaksud memaksa kedua anaknya yang masih kristen. Hal ini disampaikan pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat tersebut. 9 Demikian pula Ibnu Abi Hatim meriwayatkan telah berkata bapakku dari Amr bin Auf, dari Syuraih, dari Abi Hilal, dari Asbaq ia berkata, “Aku dahulu adalah abid (hamba sahaya) Umar bin Khaththab dan beragama nasrani. Umar menawarkan Islam kepadaku dan aku menolak. Lalu Umar berkata: laa ikraha fid din, wahai Asbaq jika anda masuk Islam kami dapat minta bantuanmu dalam urusan-urusan muslimin.”

Dari ayat ini terdapat pesan bahwa Islam tidak memperkenankan pemeluk agama lain untuk memeluk agama Islam, hal ini dikarenakan seperti yang terdapat di ayat tersebet, tidak ada paksaan dalam beragama.

C.      Toleransi Dalam Hadis

Selain dalam al-Qur’an, maka perlu juga untuk meneliti toleransi dari hadis, karena biar bagaimanapun hadis adalah sumber primer dalam dalam ajarn umat Islam, maka dalam bab ini akan memuat beberapa hadis yang sering digunakan sebagai dasar akan toleransi khususnya antar umat beragama. Berikut ini adalah hadis yang membahas tentang toleransi antar umat beragama:

1. Beragama deangan ramah dan santun.

Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah saw. "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran) Ibn Hajar al-Asqalany ketika menjelaskan hadis ini, beliau berkata: “Hadis ini di riwayatkan oleh Al-Bukhari pada kitab Iman, Bab Agama itu

Mudah” di dalam sahihnya secara mu'allaq dengan tidak menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori syarat-syarat hadis sahih menurut Imam al-Bukhari, akan tetapi beliau menyebutkan sanadnya secara lengkap dalam al-Adâb al-Mufrad yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibn ‘Abbas dengan sanad yanghasan. Sementara Syekh Nasiruddin al-Albani mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang kedudukannya adalah hasan lighairih.” 13

2. Menghormati umat agama lain

Dari Abu Musa bahwa Nabi saw bersabda: “Apanila di hadapan kalian lewat jenazah orang Yahudi atau Nasrani atau Muslim, maka hendaklah kalian berdir. Berdiri tersebut bukan untuk menghormati jenazah itu akan tetapi untuk yang bersamanya yaitu para malaikat.

D.      Ayat-Ayat Toleransi Dalam Surat Al-Baqarah Dalam bab ini akan dibahas tentang bagaimana ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung sikap toleran terhadap agama lain. Zuhairi Misrawi penulis buku al-Qur’an Kitab Toleransi menyebutkan, secara eksplisit lebih dari 300 ayat dalam al-Qur’an membahas aneka ragam bentuk sikap toleransi.

Dan beberapa di antaranya akan penulis paparkan yang terdapat dalam surat al-Baqarah dalam bentuk kajian tematik agar lebih mudah untuk fokus terhadap ayat-ayat yang akan diteliti. Yaitu memberi tema terhadap ayat yang dipaparkan. Berikut beberapa ayat tentang toleransi dalam surat al-Baqarah:

1.       Hidup damai dan berdampingan

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orangorang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. al-Baqarah [02]: 62) Menurut pendapat Hamka ayat di atas memberi pesan secara tidak langsung akan perdamaian antar pemeluk agama. Dalam ungkapannya “kesan pertama yang dibawa oleh ayat ini ialah perdamaian dan hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk sekalian agama dalam dunia ini.” 16 ayat ini dengan jelas menganjurkan persatuan agama, jangan agama dipertahankan sebagai suatu golongan, melainkan hendaklah selalu menyiapkan jiwa mencari dengan otak dingin,

manakah dia hakikat kebenaran. Iman kepada Allah dan hari akhirat diikuti oleh amal yang saleh. 17 Seperti halnya hamka, dalam ayat ini Zuhairi misrawi juga berpendapat bahwa ayat di atas memiliki pesan toleransi antar umat beragama. Umat agama-agama lain akan masuk surga, Yahudi, Nashrani, dan Shabi’in, asalkan mereka beriman kepada Allah dan beramal saleh dan tidak merasa khawatir atas apa yang mereka kerjakan. 18 Dengan demikian meskipun ayat di atas tidak langsung menyebut akan toleransi, namun secara eksplisit terkandung makna adanya pesan akan toleransi. Mengakui keberadaan agama lain dan tidak menyalahkan atas agama lain asalkan mereka beriman kepada Allah dan berbuat amal saleh adalah salah satu kunci akan terciptanya toleransi dan kedamaian dalam dinamika kehidupan antar pemeluk agama

2.       Menghargai perbedaan dalam melakukan ibadah

Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati, (Q.S. al-Baqarah [02]: 139) Secara tidak langsung ayat ini adalah pembebasan dari perbuatanperbuatan yang telah dilakukan oleh orang-orang non muslim. Ayat ini juga senada dengan apa yang terkandung dalam surat al-kafiruun ayat 6:

untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (Q.S. Al-Kafiruun [109]: 6) Maksud dari ayat ini adalah hendaklah kita membebaskan diri dari mengikuti orang-orang kafir dalam semua hal yang ada pada mereka, karena seorang penyembah harus memiliki sembahan yang ia sembah dengan caracara tertentu. 19 Adapun ayat lain yang seirama dengan alBaqarah 139 adalah ayat yang terdapat pada surat al-an’am: 108, yang berbunyi sebagaimana berikut: yang artinya

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah

dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (Q.S. Al-An’am [06]: 108) Muatan dari ayat ini adalah Allah telah berfirman melarang rasulnya dan orang-orang mekmin memaki sesembahan orang musyrik, sekalipun dalam makian itu terkandung mashlahat hanya saja akan mengakibatkan mafsadaat (kerusakan) yang lebih besar dari itu. Kerusakan yang dimaksud adalah balasan makian yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap tuhan kaum mukmin.  

3.       Tidak memaksakan pendapat dalam beragama

tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [02]: 256) Mengenai ulasan ayat ini sudah pernah dibahas dalam sub bab toleransi dalam al-Qur’an. Yaitu turunnya ayat “ laa ikraha fid din” berkenaan dengan seorang dari suku Bani Salim bin Auf bernama Al Husaini bermaksud memaksa kedua anaknya yang masih kristen. Hal ini disampaikan pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat tersebut.

Quraish Shiab menjelaskan mengenai maksud ayai ini, bahwasanya tidak ada paksaan dalam menganut agama, karena telah jelas jalan yang lurus. Itu sebabnya, sehingga orang gila dan yang belum dewasa, atau tidak mengetahuinya tuntutan agama, tidak berdosa jika melanggar atau tidak menganutnya, karena bagi dia jalan jelas belum diketahuinya.tetapi jangan mengatakan, bahwa seorang tidak tahu jika ia mempunyai potensi untuk mengetahuinya tetapi potensi itu tidak dia gunakan. Di sini dia pun dituntut karena menyia-nyiakan potensi yang dia miliki.


No comments

Berikan komentar positif anda

POSTINGAN TERBARU

MENGENAL PENGOBATAN TRADISIONAL TIONGHOA

  Apa itu Pengobatan Tradisional Tionghoa? Pengobatan Tradisional Tionghoa (PTT) adalah praktik kesehatan yang berasal dari Tiongkok. Dengan...

Powered by Blogger.